“Sahabat selembut salju”
Hari itu adalah tahun ajaran baru, didepan sebuah pesantren
terlihat serorang gadis remaja dan ayahnya memasuki halaman depan pesantren.
Mereka berdua disambut dengan ramah oleh bu ina, dan kedua muridnya
bu ina : “selamat
pagi pak dony, dan selamat pagi bidadari”
nildza : “namaku
nildza bukan bidadari”
p dony : “bisakah
kau bersikap sedikit sopan pada wali kelas mu?”
nildza : “mungkin
bisa, jika aku tidak bersekolah disini”
p dony :
“cukup, nildza!” memperhatikan nildza lalu menengok kearah bu ina “maafkan
kelakuan putri saya yah bu”
bu ina : “tidak apa-apa
pak, mungkin nildza belum terbiasa, bukan begitu nona?”
nildza : “ya.. aku
belum terbiasa dan tidak akan terbiasa”
bu ina : “kami akan
membuat anda terbiasa nona kecil”
nildza : “terserah.
Bisakah kita berhentikan percakapan tidak penting ini?”
p dony : “baiklah
nildza, ayah harap kamu dapat mengubah sikap mu disini. Sekarang ayah harus
kembali ke jakarta, asalamualaikum”
semua : “waalaikum
salam” (pak dony meninggalkan panggung)
bu ina : baiklah,
nildza sekarang kamu dapat memanggil saya dengan umi.
Nildza : owkey, lalu ?
Bu ina : (mengerutkan
kening)
Nildza : hello, apakah
anda masih mempunyai telinga umi ?
Teguh : astagfirullah
mba, ini tuh orang tua loh. Sopan sedikit bisa kan ?
Nildza : siapa kamu ?
Bu ina : dia teguh dan
yang disampingnya fanya.
Fanya : saya fanya..
(mengulurkan tangan)
Nildza : ya.. saya udah
tahu..
Bu ina : yasudah, umi
masuk kedalam dulu yah. 30 menit lagi masuk kelas. Oke ?
Teguh : siip, mi .. (bu
ina meninggalkan panggung)
Nildza : siapa diantara
kalian yang mau jadi sahabat saya ?
Fanya : aku mau
(mengangkat tangan dengan cepat)
Nildza : kamu ? yakin ?
Fanya : iya memang
kenapa ?
Nildza : memang kamu
bisa ngerjain tugas, beresin kamar, mijitin saya, dan kerjaan yang lainnya ?
Fanya : loh, kan aku
mau jadi sahabat kamu bukan pembantu kamu ..
Nildza : oh ya saya
lupa, oke kamu mulai sekarang jadi teman saya. Dan satu hal lagi, sahabat dalam
kamus nildza berarti juga pembantu. (nildza medninggalkan panggung)
Teguh : kau mau jadi
sahabat orang jahat seperti dia ?
Fanya : aku kira
kata-kata mu salah, lebih tepat nya pembantu bukan sahabat.
Teguh : kalau kau sudah
tahu, mengapa kau tidak menolak ?
Fanya : aku diberi
amanat oleh bu ina untuk mengubah sikap nildza, dan menurut ku hanya dengan
cara seperti ini saja aku dapat mendekatinya.
Teguh : yasudah kalau
itu mau mu.
Fanya : ya ...
Nildza dan chacha datang
(dari arah yang berbeda)
Chacha : aaaahhhh,
fanya ... (berlari dan memeluk fanya)
Fanya : aduh, sesak
nih ..
Chacha : oh, maaf
maaf ..
Fanya : urusan mu
di gereja sudah selesai ?
Chacha : belum, tapi
aku minta izin tadi....
Nildza : fanya ..
Fanya : ada apa ?
Nildza : tolong
beliin saya minum
Fanya : (hanya
bengong)
Chacha : kamu siapa
? kok nyuruh-nyuruh fanya gitu ..
Nildza : kenalin, saya
nildza. Dan fanya itu memang sahabat saya dalam kata lain pembantu.
Chacha : kamu pikir kamu yang paling hebat merasa
paling jago dan paling kuat
Nildza : saya memang jago
Chacha : oh ya ?
Nildza : saya memang kuat
Chacha : kuat makan sih iya.
Nildza : kamu pikir kamu yang paling hebat merasa
paling pintar dan paling kuat
Chacha : saya memang pintar
Nildza : pintar ngibul sih iya ..
Chacha : saya memang kuat
Nildza : paling di dorong aja jatuh.
Fanya : yang namanya jagoan, harus membela yang
lemah
Teguh : yang namanya jagoan biasanya ga pake rok
Fanya : yang namanya jagoan harus rela berkorban..
Nildza : fanya aja gak
keberatan, kenapa kamu mesti keberatan?
Chacha : tapi......
Fanya : gak apa-apa kok
cha, aku ikhlas.
Nildza : udah deh buruan
beli. (fanya meniggalkan panggung)
Chacha : kamu pasti anak
nakal yang datang dari jakarta itu yah ?
Nildza : iya memang
kenapa ?
Teguh : hey, jangan
berantem, kita harus masuk kelas.
Chacha : tapi nanti fanya
gimana ?
Nildza : kamu saja yang
masuk kelas, aku sih malas.
Chacha : teguh gak ngajak
kamu
Teguh : yasudah kita
tunggu fanya saja dulu ..
Nildza : boring banget
nungguin si kampung itu
Chacha : kamu tuh gak
tahu berterima kasih banget sih, udah dibeliin minum masih menghina fanya
saja.
Teguh : sudah diam.
Chacha : kamu kok gak
membela aku dan fanya sih..
(fanya datang dengan sebotol minuman)
Fanya : ini minumannya
nil
Nildza : (mengambil
minuman dan langsung pergi)
Teguh : ckckck, parah
banget, ga bilang makasih
chacha : sudah lah, lebih
baik kalian ke kelas, aku harus kembali ke gereja.
Fanya : nanti kesini
lagi yah. Dah ...
(teguh dan fanya ke kelas)
fanya : untung bu ina
belum datang
(teguhdan fanya duduk)
Fanya : waduh, nanti
kalau aku dimarahi oleh bu ina gimana ?
teguh : dimarahi
kenapa?
Fanya : karena nildza
belum masuk
(bu ina masuk)
Bu ina :
asalamualaikum
Semua : waalaikum
salam
Bu ina : apakah
semuanya sudah masuk.
Fanya : nildza
belum masuk mi ..
Bu ina : nildza ?
Fanya :
(mengangguk)
Bu ina : (membuang
nafas panjang) biarkan saja.. (diam sejenak) oke, seperti yang ibu kata kan
minggu lalu, hari ini kita akan...(nildza masuk tanpa permisi) dari mana saja
kau nildza ?
Nildza : bukan urusan
anda, wahai umi tercinta
Bu ina : jangan sampai
kau telat lagi ..
Nildza : ya ya ya
Bu ina : baiklah,
sekarang kita akan ulangan.
Teguh :
tapi umi saya belum belajar mi, bisakah saya diberi waktu untuk belajar
sebentaaaaaaarrr saja.
Bu Ina :
kamu itu bagaimana ? salama seminggu ini kamu melakukan apa ?
( bu ina menyanyi lagu menunggu )
Teguh :
baikalah umi. ( mendesah )
Kertas ulangan pun
dibagikan dan seluruh siswa mulai mengerjakan soal tersebut, namun nildza hanya
menatap kosong soal tersebut dan menulisinya dengan ejek-ejekan tentang bu ina.
Satu jam sudah seluruh siswa mengerjakan soal.
Bu ina : baiklah
waktunya sudah usai, silahkan kumpulkan sekarang.
Seluruh murid mengumpulkan
soal kecuali nildza
Bu ina : nildza,
waktunya telah usai..
Nildza : ya umi,
saya tahu itu
Bu ina : kalau
begitu, mengapa tidak dikumpulkan ?
Nildza : karena
saya malas untuk berjalan
Bu ina : tolong
jangan buat kesabaran umi habis..
Nildza : oh baiklah
..
Bu ina memeriksa semua
lembar jawaban seluruh siswanya dan ia terperanjat ketika melihat lembar
jawaban seorang siswi.
Bu ina : siapa
yang menulis ini ?
Semua : (membisu)
Bu ina : JAWAB !
Nildza : saya umi,
memang kenapa ?
Bu ina : kamu
sudah sangat keterlaluan nildza sekarang juga kamu
Fanya : tunggu
umi, nildza bohong
Bu ina : maksud
kamu ?
Fanya : ya, nildza
berbohong umi, sebenarnya yang menulis itu adalah saya, bukan nildza.
Bu ina : tidak,
nildza tidak berbohong, justru kamu yang berbohong
Fanya : tidak umi, saya
tidak berbohong, saya berani sumpah. Nildza yang berbohong, ia melakukan itu
agar saya tidak dihukum.
Bu ina : fanya... umi
tidak menyangka kamu melakukan hal seperti itu... sekarang juga kamu pergi ke
masjid dan renungkan apa yang kamu perbuat.
Fanya : (mengangguk dan
berlari keluar panggung)
Bu ina : nildza, maaf
umi telah menuduh kamu yang tidak-tidak. Dan umi harap kalian semua tidak
mengikuti apa yang diperbuat oleh fanya, mengerti ?
Semua : mengerti umi..
Bu ina : bagus,
wasalamualaikum
Semua : waalaikum salam
(bu ina meninggalkan panggung, teguh dan gelar menghampiri nildza)
Teguh : aku tahu kalau
sebenarnya yang ngelakuin semua itu kamu
Nildza : ya, memang
kenapa
Gelar : kamu tidak
meras bersalah ?
Nildza : tidak, mengapa
harus merasa bersalah? Aku kan tidak menyuruh fanya mengakui bahwa ia yang
melakukan semua itu.
Teguh : kau memang
tidak mempunyai hati
Nildza : lha ? kenapa
kamu jadi marah
Gelar : tentu saja
teguh marah, bagaimana tidak, fanya benar-benar menganggap mu sahabat tapi kau?
Teguh : apa balasan mu
dengan semua kebaikan fanya ?
Nildza : (membisu)
Teguh : sudahlah, hati
batu mu itu tidak akan mungkin mencair.
Gelar : ayolah kita
pergi, tidak ada gunanya meladeni hati batu ini.
(gelar dan teguh meninggalkan panggung sedangkan nildza duduk
terpaku sendiri didalam kelas)
Nildza : apa benar aku
sejahat itu ? apa benar semua itu salahku ? (diam sejenak) tapi mereka semua
gak tahu apa yang aku alami, mengapa aku seperti ini.. (diam dan mulai
menangis) in semua gak bakalan terjadi kalau mama gak ninggalain aku..
(menangis dengan keras) aku seperti ini agar ayah dan orang lain gak tahu apa
yang aku rasakan...
tanpa sepengetahuan nildza
ternyata chacha mendengar semua yang dikatakan nildza
chacha : nildza ..
nildza : sejak
kapan kamu disitu (menghapus air mata)
chacha : (hanya
tersenyum dan menghampiri nildza)
nildza : (membisu)
chacha : kalau kamu punya
masalah jangan di simpan sendiri dong, cerita saja pasti beban mu berkurang.
Nildza : (mulai
berlinang air mata dan menangis kembali)
Chacha : sudah dong,
jangan nangis lagi
Nildza : aku... aku...
aku ngerasa kalau aku sudah jahat sekali sama kamu .....dan fanya juga
orang-orang yang sayang sama aku.
Chacha : sudahlah ..
Nildza : tapi .... aku
punya alasan kenapa aku bersikap seperti itu ....
Chacha : aku tahu, kamu
gak salah kok kalau berangapan itu cara yang benar..
Nildza : (membisu)
Chacha : tapi ada cara
yang lebih benar..
Nildza : (menatap chacha
dengan tatapan penasaran)
Chacha : kamu harus
terbuka sama semua orang, dan ceritakan apa yang kamu rasakan pada mereka,
karena kamu tidak akan merasa sendiri.
Nildza : aku tahu aku
salah, dan fanya ... ia dihukum karena aku.......
Fanya : tapi aku gak
marah, karena kamu sudah berubah
Nildza : fanya ...
(berlari dan memeluk fanya)
Bu ina : teguh dan
gelar telah menjelaskan semuanya kepada ibu..
Nildza : ibu sudah tahu
semuanya, tapi kenapa saya tidak dihukum ?
Bu ina : karena kamu
telah berubah nildza, bagi ibu itu lebuh dari sebuah hukuman..
Nildza : (diam dan
kemudian menangis terharu)
Fanya : loh kamu kok
nangis ?
Nildza : aku Cuma
terharu, ternyata selama ini banyak sekali yang sayang sama aku, tapi akunya
yang kurang respect..
Chacha : yang penting,
sekarang kita sahabat ( mereka bertiga bertiga berpelukan, dan semuanya
menyanyi kepompong)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar