Kamis, 23 Februari 2012

Kumpulan Puisi Chairil Anwar


AKU

Karya : Chairil Anwar

Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulan orang yang terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi.


KERAWANG - BEKASI

Karya : Chairil Anwar


Kami yang kini terbaring antara Kerawang – Bekasi
Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami

Terbayang kami maju dan berdegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan njam dinding yang berdetak
Kami mati muda.
Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhiyungkan arti 4-5 ribu jiwa

Kami cuma tulang belulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa

Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang-kenanglah kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Syahrir
Kami sekarang mayat
Berilah kami arti

Berjagalag terus di garis batas pertanyaan dan impian
Kenang – kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Kerwang – Bekasi.

TAK SEPADAN
Aku kira:
Beginilah nanti jadinya
Kau kawin, beranak dan berbahagia
Sedang aku mengembara serupa Ahasveros.
Dikutuk sumpahi Eros
Aku merangkaki dinding buta
Tak satu pun juga pintu terbuka.
Jadi baik juga kita padami
Unggunan api ini
Karena kau tidak ‘kan apa-apa
Aku terpanggang tinggal rangka.
Pebruari 1943
PENERIMAAN
Jika kau mau, kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati
Aku masih tetap sendiri
Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi
Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani
Jika kau mau, kuterima kau kembali
Tapi untukku sendiri
Sedang dengan cermin aku enggan berbagi
Maret 1943
Bunga anggun
HAMPA
Kepada Sri yang selalu sangsi
Sepi di luar, sepi menekan-mendesak
Lurus-kaku pohonan Tak bergerak
Sampai ke puncak
Sepi memagut
Tak suatu kuasa-berani melepas diri
Segala menanti. Menanti-menanti.
Sepi.
Dan ini menanti penghabisan mencekik
Memberat-mencekung punda
Udara bertuba
Rontok-gugur segala. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Menanti. Menanti.
SIA-SIA
Penghabisan kali itu kau datang
Membawa karangan kembang
Mawar merah dan melati putih:
Darah dan suci.
Kau tebarkan depanku
Serta pandang yang mematikan: Untukmu.
Sudah itu kita sama termangu
Saling bertanya: Apakah ini?
Cinta? Keduanya tak mengerti.
Sehari itu kita bersama. Tak hamper menghampiri.
Ah! Hatiku tak mau memberi
Mampus kau dikoyak-koyak sepi.
DOA
Kepada Pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerlip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tak bisa berpaling
sepi
SENJA DI PELABUHAN KECIL
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih engap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap.
KABAR DARI LAUT
Aku memang benar tolol ketika itu,
Mau pula membikin hubungan dengan kau;
Lupa kelasi tiba-tiba bisa sendiri di laut pilu,
Berujuk kembali dengan tujuan biru.
Di tubuhku ada luka sekarang,
bertambah lebar juga, mengeluar darah,
dibekas dulu kau cium napsu dan garang;
lagi akupun sangat lemah serta menyerah.
Hidup berlangsung antara buritan dan kemudi.
Pembatasan Cuma tambah menjatuhkan kenang.
Dan tawa gila pada whisky tercermin tenang.
Dan kau?
Apakah kerjamu sembahyang dan memuji,
Atau di antara mereka juga terdampar,
Burung mati pagi hari di sisi sangkar?
RAJURIT JAGA MALAM
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu……
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu !

1948
Siasat,
Th III, No. 96
1949

MALAM
Mulai kelam
belum buntu malam
kami masih berjaga
–Thermopylae?-
- jagal tidak dikenal ? -
tapi nanti
sebelum siang membentang
kami sudah tenggelam hilang

Zaman Baru,
No. 11-12
20-30 Agustus 1957

DIPONEGORO
Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.

MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti
Sudah itu mati.

MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api.

Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai

Maju
Serbu
Serang
Terjang

(Februari 1943)
Budaya,
Th III, No. 8
Agustus 1954

PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO
Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengan bicaramu
dipanggang diatas apimu, digarami lautmu
Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut

Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh

(1948)
Liberty,
Jilid 7, No 297,
1954

SAJAK PUTIH
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku

Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah…


SENJA DI PELABUHAN KECIL
buat: Sri Ajati
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap

1946
YANG TERAMPAS DAN YANG PUTUS
kelam dan angin lalu mempesiang diriku,
menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,
malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu

di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin
aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang
dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang

tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku
1949
DERAI DERAI CEMARA
cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam

aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini

hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah

1949
—————————————————————————————————————————————-
NISAN
Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridhaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu di atas debu
Dan duka maha tuan tak bertahta
DENGAN MIRAT
Kamar ini jadi sarang penghabisan
di malam yang hilang batas

Aku dan engkau hanya menjengkau
rakit hitam

Kan terdamparkah
atau terserah
pada putaran hitam?

Matamu ungu membatu
Masih berdekapankah kami atau
mengikut juga bayangan itu

1946
TJERITA BUAT DIEN TAMAELA
Beta Pattiradjawane
jang didjaga datu datu
Tjuma satu

Beta Pattiradjawane
kikisan laut
berdarah laut

beta pattiradjawane
ketika lahir dibawakan
datu dajung sampan

beta pattiradjawane pendjaga hutan pala
beta api dipantai,siapa mendekat
tiga kali menjebut beta punja nama

dalam sunyi malam ganggang menari
menurut beta punya tifa
pohon pala, badan perawan djadi
hidup sampai pagi tiba

mari menari !
mari beria !
mari berlupa !

awas ! djangan bikin bea marah
beta bikin pala mati, gadis kaku
beta kirim datu-datu !

beta ada dimalam, ada disiang
irama ganggang dan api membakar pulau …….

beta pattiradjawane
jang didjaga datu-datu
tjuma satu

AKU BERADA KEMBALI
Aku berada kembali. Banyak yang asing:
air mengalir tukar warna,kapal kapal,
elang-elang
serta mega yang tersandar pada khatulistiwa lain;

rasa laut telah berubah dan kupunya wajah
juga disinari matari lain.

Hanya
Kelengangan tinggal tetap saja.
Lebih lengang aku di kelok-kelok jalan;
lebih lengang pula ketika berada antara
yang mengharap dan yang melepas.

Telinga kiri masih terpaling
ditarik gelisah yang sebentar-sebentar
seterang
guruh
1949

Guru Killer - Drama


“GURU CHILLER”

Di suatu kelas , terlihat 4 orang murid yang sedang duduk di kelas terdiri dari 3 orang anak perempuan sedang mengobrol sedangkan 1 orang anak laki-laki yang sangat gendut  sedang belajar dengat sangat serius sekali seakan tidak dapat diganggu sama sekali tiba-tiba guru yang mereka  juluki “GURU KILLER” datang ke kelas pun datang.
                tiar                         : ehh, ada pak ***** tuh..
                chacha                  : iya benar tuh. Satu… dua… tiga..
                Murid                    : SELAMAT DATANG…
Pak ….                   : selamat pagi anak-anak….. anak-anak, hari ini sesuai janji bapak, bapak akan mengadakan ulangan harian. Apakah kalian sudah siap ?
Murid                    : huuuuu,, !!
Pak…                     : kenapa  ? apa kalian belum belajar ?
Riri                         : belum pak,, habis kita males belajar pak. Mending kita SMSan aja. Iya gak temen-temen.
Chacha                 : Iya bener tuh pak,,  kalau tidak ya kita oline aja. Hahahaha
Pak…                     : dasar.. kalian itu bagaimana, gossip di luar mengatakan bahwa kalian adalah anak yang memiliki otak yanglebih daripada anak murid lainnya. Tapi kenyataannya apa !!
Agnes                   : ( berbisik ) huuuu, kita kan Cuma manusia biasa.
( nanyi lagu manusia biasa : yovie and nuno )
Pak…                     : pkoknya kalian harus tetap mengerjakan ulangan hari ini. Bapak sudah menunggu kesiapan kalian selama beberapa minggu.
( nanyi lagu menunggumu : ridho rhoma )
Karena guru tersebut kesal dengan ocehan mereka semua guru tersebut melingus, dan tetap melaksanakan ulangan hariannya. Para murid pun melakasankan ulangan tersebut dengan terpaksa dan nilai yang mereka dapatkan pun tidak memuaskan.
Tiar                        : ( mengeluh ) heuh…. Kenapa ya pak… masih tetap saja melaksanakan ulangan, padahalkan kita tidak mengerti tenteang pelajaran yang diajarkannya.
Agnes                   : iya nih… ya sudahlah mau di apakan lagi.
Riri                         : tapi aku tidak terima dengan sikapnya itu. Aku akan balas dendam terhadapnya. Siapa yang setuju denganku ??
Agnes, chacha, Tiar : ( serempak ) saya setuju!!
Akhirnya mereka pun merencakan sesuatu untuk gurunya tersebut. Hari itu juga pun mereka menjalankan misinya. Keesokan harinya di jam terakhir, mereka bergerombol di sudut ruangan kelas.
Chacha                 : mudah-mudahan rencana kali ini akan sukses ..
Semua                  : Amiin…
Agnes                   : cha, kamu yakin sekali rencana kita akan berhasil
Riri                         : husss.. Agnes kamu harus yakin kalau kita akan berhasil alias sukses.
Chacha                 : iya benar itu. Kita harus optimis.
Tiar                        : hei, dengar guru kiler itu dating .
Semua                  : iya benar diasudah dating ( tertawa bersma-sama )
Akhirnya guru mereka pun datang dan masuk kedalam kelas mereka.
                Pak Joko              : selamat pagi anak-anak.
                Semua                  : selamat pagi pak.
Pak Joko              : bapak tidak menyangka kalau nilai kalian hancur. Tak ada satu orang pun yang   berhasil melampaui KKM. Sambil membanting kertas ulangan di atas meja.
Lalu pak Joko pun duduk di kursi guru. Dan tiba-tiba…. Gubbbrrrakkk. Pak Joko jatuh dari kursinya, karena salah satu dari kaki kursi tersebut ada yang patah. Semua anak muridnya pun tertawa dengan lepas.
Semua                  : hahahahahahahahaha…..
Chacha                 : ( berbisik ) aku sudah yakin rencana kita akan berjalan dengan sukses.
Tiar                        : kau benar cha,
Pak Joko              : ( mengerutkan dahi dah marah ) siapa yang telah melakuakn ini semua !!
Agnes                   : mungkin tikus pak ( menahan tawanya )
Pak Joko              : heii, Agnes jangan bergurau kamu !! bapak serius dengan perkataan bapak. Siapa pun yang ketahuan melakukan ini, bapak akan memberikan sebuah hadiah special.
Tiar                        : hadiah apa pak ? taktiran di kantin ya pak.
Pak Joko              : kamu ini, bapak akan menyuruh pelakunya untuk membersihkan toilet selama satu bulan.
Mereka pun melanjutkan pelajaran. Sampai jam pelajaran berakhir. Dan mereka pulang dengan rasa gembira tanpa terbesit rasa takut akan hukuman dari gurunya tersebut. Kejahilan mereka pun tidak berhenti smapai disini, mereka pun tak pernah takut terhadap hukuman demi hukuman yang mereka jalani.




Drama - Sahabat Selembut Salju


Sahabat selembut salju
        Hari itu adalah tahun ajaran baru, didepan sebuah pesantren terlihat serorang gadis remaja dan ayahnya memasuki halaman depan pesantren. Mereka berdua disambut dengan ramah oleh bu ina, dan kedua muridnya
            bu ina   : “selamat pagi pak dony, dan selamat pagi bidadari”
            nildza   : “namaku nildza bukan bidadari”
            p dony  : “bisakah kau bersikap sedikit sopan pada wali kelas mu?”
            nildza   : “mungkin bisa, jika aku tidak bersekolah disini”
p dony  : “cukup, nildza!” memperhatikan nildza lalu menengok kearah bu ina “maafkan kelakuan putri saya yah bu”
bu ina   : “tidak apa-apa pak, mungkin nildza belum terbiasa, bukan begitu nona?”
nildza   : “ya.. aku belum terbiasa dan tidak akan terbiasa”
bu ina   : “kami akan membuat anda terbiasa nona kecil”
nildza   : “terserah. Bisakah kita berhentikan percakapan tidak penting ini?”
p dony  : “baiklah nildza, ayah harap kamu dapat mengubah sikap mu disini. Sekarang ayah harus kembali ke jakarta, asalamualaikum”
semua   : “waalaikum salam” (pak dony meninggalkan panggung)
bu ina   : baiklah, nildza sekarang kamu dapat memanggil saya dengan umi.
Nildza  : owkey, lalu ?
Bu ina   : (mengerutkan kening)
Nildza  : hello, apakah anda masih mempunyai telinga umi ?
Teguh   : astagfirullah mba, ini tuh orang tua loh. Sopan sedikit bisa kan ?
Nildza  : siapa kamu ?
Bu ina   : dia teguh dan yang disampingnya fanya.
Fanya   : saya fanya.. (mengulurkan tangan)
Nildza  : ya.. saya udah tahu..
Bu ina   : yasudah, umi masuk kedalam dulu yah. 30 menit lagi masuk kelas. Oke ?
Teguh   : siip, mi .. (bu ina meninggalkan panggung)
Nildza  : siapa diantara kalian yang mau jadi sahabat saya ?
Fanya   : aku mau (mengangkat tangan dengan cepat)
Nildza  : kamu ? yakin ?
Fanya   : iya memang kenapa ?
Nildza  : memang kamu bisa ngerjain tugas, beresin kamar, mijitin saya, dan kerjaan yang lainnya ?
Fanya   : loh, kan aku mau jadi sahabat kamu bukan pembantu kamu ..
Nildza  : oh ya saya lupa, oke kamu mulai sekarang jadi teman saya. Dan satu hal lagi, sahabat dalam kamus nildza berarti juga pembantu. (nildza medninggalkan panggung)
Teguh   : kau mau jadi sahabat orang jahat seperti dia ?
Fanya   : aku kira kata-kata mu salah, lebih tepat nya pembantu bukan sahabat.
Teguh   : kalau kau sudah tahu, mengapa kau tidak menolak ?
Fanya   : aku diberi amanat oleh bu ina untuk mengubah sikap nildza, dan menurut ku hanya dengan cara seperti ini saja aku dapat mendekatinya.
Teguh   : yasudah kalau itu mau mu.
Fanya   : ya ...
Nildza dan chacha datang (dari arah yang berbeda)
            Chacha : aaaahhhh, fanya ... (berlari dan memeluk fanya)
            Fanya   : aduh, sesak nih ..
            Chacha : oh, maaf maaf ..
            Fanya   : urusan mu di gereja sudah selesai ?
            Chacha : belum, tapi aku minta izin tadi....
            Nildza  : fanya ..
            Fanya   : ada apa ?
            Nildza  : tolong beliin saya minum
            Fanya   : (hanya bengong)
            Chacha : kamu siapa ? kok nyuruh-nyuruh fanya gitu ..
Nildza  : kenalin, saya nildza. Dan fanya itu memang sahabat saya dalam kata lain pembantu.
Chacha : kamu pikir kamu yang paling hebat merasa paling jago dan paling kuat
Nildza  : saya memang jago
Chacha : oh ya ?
Nildza  : saya memang kuat
Chacha : kuat makan sih iya.
Nildza  : kamu pikir kamu yang paling hebat merasa paling pintar dan paling kuat
Chacha : saya memang pintar
Nildza  : pintar ngibul sih iya ..
Chacha : saya memang kuat
Nildza  : paling di dorong aja jatuh.
Fanya   : yang namanya jagoan, harus membela yang lemah
Teguh   : yang namanya jagoan biasanya ga pake rok
Fanya   : yang namanya jagoan harus rela berkorban..
Nildza  : fanya aja gak keberatan, kenapa kamu mesti keberatan?
Chacha : tapi......
Fanya   : gak apa-apa kok cha, aku ikhlas.
Nildza  : udah deh buruan beli. (fanya meniggalkan panggung)
Chacha : kamu pasti anak nakal yang datang dari jakarta itu yah ?
Nildza  : iya memang kenapa ?
Teguh   : hey, jangan berantem, kita harus masuk kelas.
Chacha : tapi nanti fanya gimana ?
Nildza  : kamu saja yang masuk kelas, aku sih malas.
Chacha : teguh gak ngajak kamu
Teguh   : yasudah kita tunggu fanya saja dulu ..
Nildza  : boring banget nungguin si kampung itu
Chacha : kamu tuh gak tahu berterima kasih banget sih, udah dibeliin minum masih menghina fanya saja.
Teguh   : sudah diam.
Chacha : kamu kok gak membela aku dan fanya sih..
(fanya datang dengan sebotol minuman)
Fanya   : ini minumannya nil
Nildza  : (mengambil minuman dan langsung pergi)
Teguh   : ckckck, parah banget, ga bilang makasih
chacha : sudah lah, lebih baik kalian ke kelas, aku harus kembali ke gereja.
Fanya   : nanti kesini lagi yah. Dah ...
(teguh dan fanya ke kelas)
fanya   : untung bu ina belum datang
(teguhdan fanya duduk)
Fanya   : waduh, nanti kalau aku dimarahi oleh bu ina gimana ?
teguh   : dimarahi kenapa?
Fanya   : karena nildza belum masuk
            (bu ina masuk)
            Bu ina   : asalamualaikum
            Semua  : waalaikum salam
            Bu ina   : apakah semuanya sudah masuk.
            Fanya   : nildza belum masuk mi ..
            Bu ina   : nildza ?
            Fanya   : (mengangguk)
Bu ina   : (membuang nafas panjang) biarkan saja.. (diam sejenak) oke, seperti yang ibu kata kan minggu lalu, hari ini kita akan...(nildza masuk tanpa permisi) dari mana saja kau nildza ?
Nildza  : bukan urusan anda, wahai umi tercinta
Bu ina   : jangan sampai kau telat lagi ..
Nildza  : ya ya ya
Bu ina   : baiklah, sekarang kita akan ulangan.
Teguh   : tapi umi saya belum belajar mi, bisakah saya diberi waktu untuk belajar sebentaaaaaaarrr saja.
Bu Ina  : kamu itu bagaimana ? salama seminggu ini kamu melakukan apa ?
             ( bu ina menyanyi lagu menunggu )
Teguh   : baikalah umi. ( mendesah )
Kertas ulangan pun dibagikan dan seluruh siswa mulai mengerjakan soal tersebut, namun nildza hanya menatap kosong soal tersebut dan menulisinya dengan ejek-ejekan tentang bu ina. Satu jam sudah seluruh siswa mengerjakan soal.
            Bu ina   : baiklah waktunya sudah usai, silahkan kumpulkan sekarang.
Seluruh murid mengumpulkan soal kecuali nildza
            Bu ina   : nildza, waktunya telah usai..
            Nildza  : ya umi, saya tahu itu
            Bu ina   : kalau begitu, mengapa tidak dikumpulkan ?
            Nildza  : karena saya malas untuk berjalan
            Bu ina   : tolong jangan buat kesabaran umi habis..
            Nildza  : oh baiklah ..
Bu ina memeriksa semua lembar jawaban seluruh siswanya dan ia terperanjat ketika melihat lembar jawaban seorang siswi.
            Bu ina   : siapa yang menulis ini ?
            Semua  : (membisu)
            Bu ina   : JAWAB !
            Nildza  : saya umi, memang kenapa ?
            Bu ina   : kamu sudah sangat keterlaluan nildza sekarang juga kamu
            Fanya   : tunggu umi, nildza bohong
            Bu ina   : maksud kamu ?
            Fanya   : ya, nildza berbohong umi, sebenarnya yang menulis itu adalah saya, bukan nildza.
            Bu ina   : tidak, nildza tidak berbohong, justru kamu yang berbohong
Fanya   : tidak umi, saya tidak berbohong, saya berani sumpah. Nildza yang berbohong, ia melakukan itu agar saya tidak dihukum.
Bu ina   : fanya... umi tidak menyangka kamu melakukan hal seperti itu... sekarang juga kamu pergi ke masjid dan renungkan apa yang kamu perbuat.
Fanya   : (mengangguk dan berlari keluar panggung)
Bu ina   : nildza, maaf umi telah menuduh kamu yang tidak-tidak. Dan umi harap kalian semua tidak mengikuti apa yang diperbuat oleh fanya, mengerti ?
Semua  : mengerti umi..
Bu ina   : bagus, wasalamualaikum
Semua  : waalaikum salam (bu ina meninggalkan panggung, teguh dan gelar menghampiri nildza)
Teguh   : aku tahu kalau sebenarnya yang ngelakuin semua itu kamu
Nildza  : ya, memang kenapa
Gelar    : kamu tidak meras bersalah ?
Nildza  : tidak, mengapa harus merasa bersalah? Aku kan tidak menyuruh fanya mengakui bahwa ia yang melakukan semua itu.
Teguh   : kau memang tidak mempunyai hati
Nildza  : lha ? kenapa kamu jadi marah
Gelar    : tentu saja teguh marah, bagaimana tidak, fanya benar-benar menganggap mu sahabat tapi kau?
Teguh   : apa balasan mu dengan semua kebaikan fanya ?
Nildza  : (membisu)
Teguh   : sudahlah, hati batu mu itu tidak akan mungkin mencair.
Gelar    : ayolah kita pergi, tidak ada gunanya meladeni hati batu ini.
(gelar dan teguh meninggalkan panggung sedangkan nildza duduk terpaku sendiri didalam kelas)
Nildza  : apa benar aku sejahat itu ? apa benar semua itu salahku ? (diam sejenak) tapi mereka semua gak tahu apa yang aku alami, mengapa aku seperti ini.. (diam dan mulai menangis) in semua gak bakalan terjadi kalau mama gak ninggalain aku.. (menangis dengan keras) aku seperti ini agar ayah dan orang lain gak tahu apa yang aku rasakan...
tanpa sepengetahuan nildza ternyata chacha mendengar semua yang dikatakan nildza
            chacha : nildza ..
            nildza   : sejak kapan kamu disitu (menghapus air mata)
            chacha : (hanya tersenyum dan menghampiri nildza)
            nildza   : (membisu)
chacha : kalau kamu punya masalah jangan di simpan sendiri dong, cerita saja pasti beban mu berkurang.
Nildza  : (mulai berlinang air mata dan menangis kembali)
Chacha : sudah dong, jangan nangis lagi
Nildza  : aku... aku... aku ngerasa kalau aku sudah jahat sekali sama kamu .....dan fanya juga orang-orang yang sayang sama aku.
Chacha : sudahlah ..
Nildza  : tapi .... aku punya alasan kenapa aku bersikap seperti itu ....
Chacha : aku tahu, kamu gak salah kok kalau berangapan itu cara yang benar..
Nildza  : (membisu)
Chacha : tapi ada cara yang lebih benar..
Nildza  : (menatap chacha dengan tatapan penasaran)
Chacha : kamu harus terbuka sama semua orang, dan ceritakan apa yang kamu rasakan pada mereka, karena kamu tidak akan merasa sendiri.
Nildza  : aku tahu aku salah, dan fanya ... ia dihukum karena aku.......
Fanya   : tapi aku gak marah, karena kamu sudah berubah
Nildza  : fanya ... (berlari dan memeluk fanya)
Bu ina   : teguh dan gelar telah menjelaskan semuanya kepada ibu..
Nildza  : ibu sudah tahu semuanya, tapi kenapa saya tidak dihukum ?
Bu ina   : karena kamu telah berubah nildza, bagi ibu itu lebuh dari sebuah hukuman..
Nildza  : (diam dan kemudian menangis terharu)
Fanya   : loh kamu kok nangis ?
Nildza  : aku Cuma terharu, ternyata selama ini banyak sekali yang sayang sama aku, tapi akunya yang kurang respect..
Chacha : yang penting, sekarang kita sahabat ( mereka bertiga bertiga berpelukan, dan semuanya menyanyi kepompong)